Menyiapkan Surat Pemberitahuan Pajak
Surat pemberitahuan pajak ( spt )
a. Pengertian surat pemberitahuan pajak ( spt )
Spt
adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan
pembayaran pajak,
objek pajak / bukan objek pajak, dan harta / kewajiban sesuai dengan ketentuan
perundang -undangan pajak. Spt terdiri dari :
1. Spt tahunan PPh
2. Spt masa , yang meliputi :
a. Spt masa PPh
b. Spt masa PPN
c. SPT masa pemungut PPN
Spt
tersebut berbentuk formulir kertas (hardcopy) / e-SPT.
e-spt
adalah data spt wajib pajak dalam bentuk elektronik yang dibuat oleh wajib
pajak dengan menggunakan
aplikasi e-SPT yang disediakan oleh Direktorat Jendral Pajak (DPJ). Aplikasi e-SPT
adalah aplikasi dari DPJ yang dapat digunakan wajib pajak untuk membuat e-SPT.
b. Kewajiban menyampaikan SPT
Kewajiban melaporkan penghitungan dan
pembayaran pajak, objek pajak / bukan objek pajak, dan harta / kewajiban sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan dalam SPT tercantum dalam pasal
3 ayat 1 UU KUP yang berbunyi sebagai berikut :
“Setiap WP wajib
mengisi SPT dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan
menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan
menandatangani serta menyampaikannya ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau
dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.”
Yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam mengisi SPT
adalah
a. benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar dalam
penerapan ketentuan peraturan UU Pajak, dalam penulisan, dan sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya.
b. lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan
objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT.
c. jelas melaporkan asal-usul / sumber objek pajak dan unsur lain
yg hrs diisikan dlm SPT.SPT yg telah diisi dgn benar, lengkap, dan jelas
tersebut wajib disampaikan ke kantor DJP tempat WP terdaftar atau dikukuhkan
atau tempat lain yang ditetapkan oleh DJP, dan kewajiban penyampaian SPT oleh
Pemotong atau Pemungut Pajak dilakukan untuk setiap Masa Pajak.
c. Tempat dan cara pengambilan SPT.
Pasal 3 ayat (2) UU KUP menyatakan, WP
mengambil sendiri SPT ditempat yg ditetapkan oleh Dirjen (pada kantor DJP atau
tempat lain yg diperkirakan mudah terjangkau oleh WP) atau mengambil dgn cara
lain yg tata cara pelaksanaannya diatur dgn atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan (PMK). Dalam PMK No. 181/PMK.03/2007 tgl 28-12- 2007 diatur :
SPT berbentuk formulir kertas (hardcopy) dapat diambil secara
langsung di tempat yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.SPT berbentuk e-SPT dapat
diambil secara langsung oleh WP dengan cara mengunduh format SPT atau aplikasi
e-SPT dari situs DJP.
d. Penandatangan SPT.
Mengenai kewajiban WP menandatangani SPT,
selain diatur dalam Pasal 3 ayat 1 UU KUP, juga disebut dalam Pasal 4 ayat 1
yang berbunyi bahwa:”WP wajib mengisi dan menyampaikan SPT dengan benar,
lengkap, jelas, dan menandatanganinya.”
Bagi WP Badan yang berhak menandatangani SPT tersebut adalahpengurus atau direksi (Pasal 4 ayat 2 UU KUP). Meskipun yang
dimaksud dengan pengurus sebagaimana diuraikan dalam penjelasan Pasal 32 ayat 4
UU KUP adalah termasuk orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang dalam
menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan
kegiatan perusahaan, misalnya berwenang menandatangani kontrak dengan pihak
ketiga, menandatangani cek, dan sebagainya walaupun orang tersebut tidak
tercantum namanya dalam susunan pengurus yang tertera dalam akte pendirian
maupun akte perubahan, dan termasuk pula bagi komisaris dan pemegang saham
mayoritas atau pengendali, namun untuk penandatangan SPT sebaiknya tetap orang
yang namanya tercantum dalam susunan pengurus yang tertera dalam akte pendirian
maupun akte perubahan. Ketentuan mengenai orang yang tidak tercantum namanya
dalam akte pendirian beserta perubahannya yang dianggap sebagai pengurus tepat
diberlakukan bagi kewajiban perpajakan lainnya seperti misalnya untuk
kepentingan penagihan pajak.
SPT yang disampaikan wajib ditandatangani oleh WP atau Kuasa WP.
Dalam
hal WP menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan
menanda tangani SPT, surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada SPT.
(Pasal 4 ayat 3 UU KUP).
Penandatanganan SPT oleh WP / Kuasa WP dapat
dilakukan secara biasa, tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik atau
digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan tanda tangan
biasa. Tanda tangan elektronik atau tanda tangan digital adalah informasi
elektronik yang dilekatkan, memiliki hubungan langsung atau terasosiasi pada
suatu informasi elektronik lain termasuk sarana administrasi perpajakan yang
ditujukan oleh WP atau kuasanya untuk menunjukan identitas dan status yang
bersangkutan. (PMK No. 181/PMK.03/2007)
e. Cara penyampaian SPT.
Penyampaian SPT oleh WP dapat dilakukan :
- secara langsung dan diberikan tanda penerimaan surat
- melalui pos dengan bukti pengiriman surat
atau dengan cara lain seperti :
melalui perusahaan jasa ekspedisi/kurirdengan bukti pengiriman surat; atau
e-Filing melalui ASP (Penyedia Jasa Aplikasi) dan
diberikan Bukti Penerimaan Elektronik.
E-Filing adalah cara penyampaian SPT / Perpanjangan SPT Tahunan yg dilakukan
secara on-line dan real time melalui Application Service Provider (ASP). (PMK
No. 181/PMK.03/2007).
f. Batas waktu penyampaian SPT.
Batas
waktu penyampaian SPT pada pasal 3 ayat 3 UU KUP diatur sbb :
a)
SPT Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak;
b)
SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi, paling lama 3 bulan setelah akhir Tahun
Pajak;
c)
SPT Tahunan PPh WP Badan, paling lama 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak.
g. SPT dianggap Tidak Disampaikan.
Dalam
Pasal 3 ayat 7 UU KUP dinyatakan bahwa, SPT dianggap tidak disampaikan apabila:
a. SPT tidak
ditandatangani.
b. SPT tidak dilampiri keterangan dan/atau dokumen sesuai dengan Per. Menkeu.
c. SPT lebih bayar disampaikan telah lewat 3 tahun sesudah berakhirnya Masa
Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan WP telah
ditegur secara tertulis.
d. SPT disampaikan setelah Dirjen Pajak melakukan pemeriksaan / menerbitkan SKP.
Apabila SPT dianggap tidak disampaikan, Dirjen
Pajak wajib memberitahukan kepada WP (Pasal 3 ayat 7a UU KUP). SPT tersebut
selanjutnya dianggap sebagai data perpajakan.
Mengenai dokumen yang harus dilampirkan pada
SPT dalam PMK No. 181/PMK.03/2007 tentang “Bentuk dan Isi SPT, serta Tata Cara
Pengambilan, Pengisian, Penandatanganan, dan Penyampaian SPT” dinyatakan bahwa
:
1. SPT terdiri dari
SPT Induk dan Lampiran, merupakan satu kesatuan yg tidak terpisahkan.
2. SPT harus dilampiri dgn keterangan dan/atau dokumen sesuai dengan UU Pajak
3. Ketentuan mengenai dokumen yg harus dilampirkan dlm SPT diatur dgn Peraturan
DJP
Dalam UU KUP yang pasti harus dilampirkan dalam SPT adalah sbb :
SPT Tahunan PPh WP yg wajib menyelenggarakan
pembukuan harus dilampiri dgn laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba
rugi serta keterangan lain yg diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan
Kena Pajak. {Ps. 4 ayat (4)}.
Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh
Akuntan Publik tetapi tidak dilampirkan pada SPT, SPT dianggap tidak lengkap
dan tidak jelas, sehingga SPT dianggap tidak disampaikan. {Pasal 4 ayat (4b) UU
KUP}.
Dalam hal WP menunjuk seorang kuasa dengan
surat kuasa khusus untuk mengisi dan menandatangani SPT, surat kuasa khusus
tersebut harus dilampirkan pada SPT. (Pasal 4 angka 3 UU KUP)
h. WP dgn Kriteria Tertentu yg dpt melaporkan
Beberapa Masa Pajak dalam Satu SPT Masa.
Dalam Pasal 3 ayat (3a) dan (3b) ditetapkan
bahwa WP dengan kriteria tertentu dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1
(satu) SPT Masa. WP dengan kriteria tertentu dan tata cara pelaporan diatur
dengan atau berdasarkan PMK No. 182/PMK.03/2007 sbb :
1.
WP dengan kriteria tertentu dapat menyampaikan 1 (satu) SPT Masa untuk beberapa
Masa Pajak sekaligus, yang meliputi:
a. WP usaha kecil; terdiri dari:
1. WP Orang Pribadi yang menjalankan kegiatan
usaha atau melakukan pekerjaan bebas, yang harus memenuhi kriteria sbb :
a. WP Orang Pribadi dalam negeri; dan
b. menerima atau memperoleh peredaran usaha dari kegiatan usaha atau
penerimaan bruto dari pekerjaan bebas dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih
dari Rp.600.000.000,- (enam ratus juta rupiah)
2. WP Badan yang harus memenuhi kriteria
sebagai berikut :
a. modal WP 100% (seratus persen) dimiliki oleh W N I;
b. menerima atau memperoleh peredaran usaha dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak
lebih dari Rp.900.000.000,-; atau
b. WP di daerah tertentu, adalah WP yg tempat
tinggal/kedudukan/kegiatan usahanya berlokasi di
daerah tertentu yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
2)
Tata Cara Pelaporan
a. WP yang termasuk dalam kriteria tertentu yang bermaksud melaporkan beberapa
Masa Pajak dalam satu SPT Masa harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
kepada Dirjen Pajak paling lambat 2 (dua) bulan sebelum dimulainya masa pajak
pertama yang oleh WP akan disampaikan dalam SPT Masa yang meliputi beberapa
Masa sekaligus
b. Terhadap pemberitahuan secara tertulis dilakukan penelitian
c. Apabila berdasarkan penelitian WP tidak memenuhi kriteria, Dirjen
Pajak memberitahukan secara tertulis kepada WP.
i. WP PPh tertentu yang dikecualikan dari kewajiban menyampaikan
SPT.
Berdasarkan PMK No. 183/PMK.03/2007 yang
dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT dapat diuraikan sebagai berikut:
Dikecualikan dari kewajiban
menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 dan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi yaitu
WP Orang Pribadi yang dalam satu Tahun Pajak menerima atau memperoleh
penghasilan neto tidak melebihi PTKP sebagaimana dimaksud dalam UU PPh.
Dikecualikan dari kewajiban
menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 yaitu WP Orang Pribadi yang tidak
menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas.
j. Sanksi karena tidak menyampaikan SPT.
Sanksi bagi WP yang tidak menyampaikan SPT,
dapat berupa sanksi administrasi ataupun sanksi pidana. Sanksi administrasi
dapat berupa denda sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU KUP atau berupa kenaikan
sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat 3 UU KUP. Sanksi pidana dapat berupa
kurungan atas tindak pidana kealpaan sebagaimana diatur dalam Pasal 38 UU KUP
ataupun penjara atas tindak pidana kesengajaan sebagaimana diatur dalam Pasal
39 UU KUP.
A. Surat Teguran atas SPT yang tidak disampaikan.
Apabila SPT tidak disampaikan sesuai batas
waktu yang ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan,
dapat diterbitkan Surat Teguran (Pasal 3 ayat 5a UU KUP). Penerbitan Surat
Teguran, disamping merupakan bentuk pembinaan terhadap WP, juga merupakan syarat
bagi dikenainya WP yang bersangkutan dengan sanksi administrasi berupa kenaikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 1 huruf b dan Pasal 13 ayat 3 UU KUP.
B. Sanksi administrasi
berupa denda.
Pasal 7 ayat (1) UU KUP menyatakan apabila SPT
tidak disampaikan dalam jangka waktunya atau batas waktu perpanjangan
penyampaian SPT, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar:
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa PPN,
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya,
Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Badan
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Orang
Pribadi.
Ayat (2) menyatakan bahwa “sanksi administrasi berupa denda diatas tidak dilakukan
terhadap”:a. WP Orang Pribadi
yang telah meninggal dunia;
b. WP Orang Pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas;
c. WP Orang Pribadi yg berstatus sebagai W N A yg tidak tinggal lagi di
Indonesia;
d. BUT yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
e. WP Badan yg tidak melakukan usaha lagi tetapi belum bubar sesuai dgn
ketentuannya
f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
g. WP yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur dengan Per. Menkeu; atau
h. WP lain yg diatur dengan atau berdasarkan PMK.
Yang dimaksud dengan WP lain tersebut pada huruf
h berdasarkan PMK No. 186/PMK.03/2007 adalah WP yg tidak dapat menyampaikan SPT
dalam jangka waktu yg telah ditentukan karena keadaan antara lain : a.
kerusuhan massal; b. kebakaran; c. ledakan bom atau aksi terorisme; d. perang
antar suku; atau e. kegagalan sistem komputer administrasi penerimaan negara
atau perpajakan.
Penetapan WP tersebut dilakukan dengan Keputusan Dirjen Pajak.
C. Sanksi administrasi berupa kenaikan.
Sanksi administrasi berupa kenaikan dapat dikenakan
melaui penerbitan SKP KB apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya
dan setelah ditegur secara tertulis, tetap tidak disampaikan pada waktunya
sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran (Pasal 13 ayat 1 huruf b UU KUP).
Dari Jumlah pajak dalam SKP KB yang diterbitkan ditambah dengan sanksi
administrasi berupa kenaikan sesuai dengan Pasal 13 ayat 3 UU KUP.
D. Sanksi pidana kurungan.
Pidana kurungan dalam Pasal 38 UU KUP
dikenakan terhadap setiap orang yang karena kealpaannya tidak menyampaian SPT.
Pasal 38 UU KUP tersebut berbunyi:” Setiap orang yang karena kealpaannya:
a. tidak menyampaikan SPT; atau
b. menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak
lengkap, atau melampirkan keterangan yg isinya tidak benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan
perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13A, didenda paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang yg tidak atau kurang
dibayar dan paling banyak 2 kali jumlah pajak terutang yg tidak atau kurang
dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 bulan atau paling lama 1
tahun.”
Yang dimaksud dengan perbuatan yang pertama
kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A adalah “WP yang karena kealpaannya
tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau
tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana
apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh WP dan WP tersebut wajib
melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 200 % dari jumlah pajak yg kurang dibayar
yang ditetapkan melalui penerbitan SKP KB”.
E. Sanksi pidana penjara.
Pasal 39 ayat 1 huruf c dan d UU KUP
menyatakan ”Setiap orang yang dengan sengaja: tidak menyampaikan SPT dan/atau
keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, terkena sanksi pidana
antara 6 bulan s/d 6 tahun dan denda antara 2 s/d 4 kali.
k. Hak WP berkaitan dengan penyampaian SPT.
Berkaitan dengan kewajiban melaporkan
penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak,
dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan melalui SPT, WP mempunyai hak-hak sbb :
1. Memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT
Tahunan
2. Membetulkan SPT
3. Mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT